Kamis, 31 Maret 2011

Pentingnya Bulubabi


Bulubabi merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi. Gonad bulubabi atau ”roe”dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang bergizi tinggi. Selain itu beberapa bulubabi memiliki duri-duri yang berwarna-warni dengan ukuran yang berbeda-beda sesuai jenisnya, misalnya: jenis bulubabi Echinotrix sp. durinya berwarna hitam dengan bintik-bintik putih;  Diadema setosum mempunyai duri-duri berwarna hitam pekat dan panjang;  Tripneustes gratilla dan Mespilia globulus mempunyai duri berwarna putih, coklat atau merah bata dengan sekat-sekat berwarna ungu dan hitam. Daya tarik ini  dapat dimanfaatkan sebagai organisme hias terutama dalam akuarium. Bulubabi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk organik oleh karena cangkang dan durinya mengandung kalsium karbonat.  
Gonad bulubabi merupakan makanan yang populer dan mempunyai nilai perdagangan yang sangat layak ekspor khususnya bagi masyarakat Jepang, Korea, Amerika Serikat, Kanada, Chili, Meksiko, Perancis, China, dan Rusia dengan Jepang sebagai konsumen gonad bulubabi yang terbesar di dunia (Pearce et al. 2004; Aslan 2005; Dagget et al. 2005; Hammer et al. 2006). Harga gonad bulubabi di pasaran internasional berkisar dari $6 hingga $200 kg-1 USA (Robinson et al. 2002; Sphigel et al. 2005), bahkan di pasaran Jepang diperdagangkan dengan harga mencapai $400 kg-1 (Pearce et al. 2002). Harga yang tinggi ditentukan oleh kualitas gonad. Salah satu faktor yang menentukan kualitas gonad bulubabi adalah warnanya. Warna gonad yang berkualitas baik dapat berkisar dari kuning terang hingga oranye merah (Robinson et al. 2002; Shpigel et al. 2005). Selain warna, kualitas gonad juga ditentukan oleh tekstur gonad (padat dan halus), rasanya yang enak (sangat manis), dan massa gonad (Pearce et al. 2002).
Tingginya harga gonad mendorong ekploitasi bulubabi dari alam secara besar-besaran sehingga terjadi over fishing di beberapa negara (Hammer et al. 2006; Siikavuopio et al. 2004, 2006). Gonad bulubabi yang ditangkap dari alam bersifat musiman dan seringkali tidak berkembang secara penuh, sehingga bobotnya kecil dan warnanya coklat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, aktivitas merumput, dan jumlah serta variasi jenis makanannya di alam yang bergantung kepada musim (Agatsuma et al. 2005; Siikavuopio et al. 2004, 2006).
 Tingginya harga gonad dengan permintaan pasar yang cukup stabil dan adanya penurunan bulubabi dari sumber alam serta kualitas gonad yang bervariasi,  mendorong pengembangan budidaya bulubabi di beberapa negara, namun di Indonesia, budidaya bulubabi belum dikembangkan. Pada umumnya budidaya bulubabi diarahkan untuk meningkatkan produksi dan kualitas gonad sesuai dengan permintaan pasar. Produksi dan kualitas gonad dipengaruhi oleh tingkatan perkembangan gonad dan kualitas nutrisi seperti kandungan protein dan energi dan karotenoid pakan.
Di alam, perkembangan gonad bulubabi berbeda diantara spesies, waktu, dan tempat. Hal ini dipengaruhi oleh siklus reproduksi, musim, dan geografis. Pengetahuan mengenai siklus reproduksi dan kebutuhan nutrisi setiap spesies bulubabi sangat diperlukan untuk mengembangkan budidaya bulubabi. Oleh karena itu perlu dianalisa kondisi reproduksi bulubabi di alam, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif untuk mendapatkan informasi dasar guna mengembangkan bulubabi dalam wadah budidaya.  Pengamatan secara kuantitatif dan kualitatif yang dapat menggambarkan sistim reproduksi (perkembangan gonad) bulubabi antara lain; dengan pengamatan dan atau pengukuran Indeks Kematangan Gonad (IKG), distribusi diameter oosit, kadar hormon, histologi gonad, dan morfologi gonad.
Secara alamiah, perkembangan gonad bulubabi dipengaruhi oleh akumulasi nutrien ke dalam pagosit nutritif melalui sintesis vitelogenin (vitelogenesis), dibawah rangsangan hormon steroid (Unuma et al. 1999). Vitelogenesis terjadi karena adanya sinyal lingkungan yang diterima oleh syaraf radial. Sebagai respon, syaraf radial akan melepaskan GSS ( Gonad Stimulating Substance) yang akan merangsang sel-sel folikel gonad mensintesis MIS (Maturating Inducing Substance), seperti; 1-metiladenin dan hormon steroid (testosteron dan estradiol) secara de novo dengan bantuan enzim cytokrom P450. Testosteron dan estradiol merangsang pelepasan nutrien  ke gonad melalui cairan koelomik dari usus dan juga merangsang pengambilan nutrien dari cairan koelomik melalui sel gonadal nutritif (pagosit nutritif), yang selanjutnya mensuplai nutrien ke gamet secara langsung melalui lumen gonadal (Barbaglio et al. 2007). Akibatnya gonad berkembang hingga mencapai ukuran maksimum dan menunggu sinyal lingkungan  berikutnya. Selanjutnya sinyal lingkungan diterima oleh syaraf radial, dan sebagai respon, syaraf radial melepaskan neurosekresi (polipeptida) yang berperan langsung pada sel-sel folikel untuk merangsang sintesis 1-metiladenin, yang selanjutnya merangsang ovulasi, pelepasan gamet dan tingkah laku reproduksi. Dalam wadah budidaya, sinyal lingkungan seringkali kurang atau lemah, sehingga dilakukan manipulasi hormonal sebagai jalan pintas untuk merangsang perkembangan dan pematangan gonad. Tidak seperti hewan ovipar lainnya, pada perkembangan gonad bulubabi, protein yolk terakumulasi dalam pagosit nutritif sebagai sumber nutrien untuk gametogenesis, tidak hanya pada betina tetapi juga pada jantan (Unuma et al. 1999).
Gonad moluska dan echinodermata dapat memproduksi steroid secara de novo  dan sintesis steroid ini dibantu oleh enzim cytokrom P-450 (Unuma et al. 1999). Pada ikan, perubahan kadar steroid sex, seperti;  testosteron (T) dan estradiol (E2) secara langsung mengatur aktivitas gonadal, demikian juga pada echinoid. Diduga T dan E2 terlibat dalam spermatogenesis dan oogenesis Paracenrotus lividus (Barbaglio et al. 2007), namun mekanisme dan hubungannya dengan siklus reproduksi (perkembangan dan pematangan gonad) pada berbagai spesies bulubabi belum jelas diketahui. Unuma et al.  (1999) mendapatkan jantan P. depressus berdiameter 20 mm yang diberi pakan bersteroid (androstenedion dan estron) menghasilkan GSI yang signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Spermatogenesis juga lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sebaliknya pada betina P. depressus, perlakuan pakan bersteroid tidak menunjukkan pengaruh, kemungkinan karena masih terlalu muda sehingga juvenil betina belum siap melaksanakan gametogenesis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar